Top Skor

10 Pesepakbola Top Dunia yang Gagal Ketika Menjabat Sebagai Pelatih

Menjadi pemain top dan kaya prestasi, tidak menjamin seseorang itu akan mulus ketika menjalani karir sebagai pelatih.

Hal itulah yang dialami banyak pesepakbola top dunia, mereka cenderung sulit mengulangi suksesnya menjadi pemain dulunya.

Munculnya nama-nama pelatih hebat yang juga dulunya pemain hebat seperti Pep Guardiola, Zidane dan Conte, ternyata menyisakan juga nama-nama lainnya yang justru gagal sebagai pelatih.

Siapa sajakah mereka, berikut di bawah ini kami memiliki 10 nama, diantaranya :

Alan Shearer

Pria yang kini berusia 49 tahun tersebut merupakan satu di antara striker haus gol yang pernah dimiliki Inggris.

Sepanjang kariernya, dia berhasil mendulang 409 gol, dengan perincian 379 gol bersama klub dan 30 gol ketika membela Timnas Inggris.

Alan Shearer juga berperan besar membantu Blackburn Rovers menjuarai Premier League 1994-1995.

Padahal, saat itu Blackburn bukan tim yang diunggulkan untuk keluar sebagai juara.

Setelah pensiun pada akhir musim 2005-2006, Shearer mencoba peruntungannya sebagai manajer. Alan Shearer ditunjuk sebagai manajer Newcastle United pada 1 April 2009.

Berstatus caretaker, dia menggantikan peran manajer Newcastle saat itu, Joe Kinnear, yang sedang mengalami masalah kesehatan. Akan tetapi, karier Shearer sebagai manajer tak secemerlang ketika menjadi pesepak bola.

Dari delapan laga bertugas sebagai manajer Newcastle United, dia hanya mampu membawa timnya meraih satu kemenangan, dua hasil imbang, dan menelan lima kekalahan.

Alhasil, Alan Shearer tak mendapatkan kontrak permanen dari Newcastle pada akhir musim 2008-2009.


Tony Adams

Adams masih tetap menjadi sosok yang populer di kalangan penggemar Arsenal.

Namun, dia lebih sukses sebagai pemain ketimbang pelatih dan selera berpakaiannya pernah menjadi bahan olokan Isco saat Granada bertemu Real Madrid.

Adams pernah menangani empat tim – Wycombe Wanderers, Portsmouth, Gabala, dan Granada – tetapi tidak pernah berhasil memenangkan trofi.

Rekor kemenangan terbaiknya adalah dengan Wanderers, di mana dia memiliki persentase kemenangan 22,6 persen.


Clarence Seedorf

AC Milan berharap bisa bangkit ketika mereka menunjuk Clarence Seedorf yang legendaris sebagai pelatih di San Siro.

Seedorf adalah pemain hebat pada masanya dan mereka berharap akan menjadi Zinedine Zidane-nya Milan.

Meski memiliki rasio kemenangan 50 persen dengan I Rossoneri, dia dipecat setelah empat bulan.

Setelah itu, dia pergi ke China dan menangani Shenzen selama 14 pertandingan sebelum digantikan oleh Sven-Goran Eriksson.

Seedorf kemudian ditunjuk menjadi pelatih Deportivo La Coruna dan hanya memenangkan dua pertandingan dalam 16 pertandingan.

Teranyar, Seedorf melatih Kamerun dan persentase kemenangannya hanya 30,77 persen dari 13 laga. 


Gary Neville

Gary Neville memulai karier setelah pensiun dari lapangan hijau dengan menjadi pandit.

Dalam semua analisisnya, dia selalu brilian secara taktis dan menjelaskan kepada para penonton tentang bagaimana kedua tim bermain dengan sangat mendalam.

Akibatnya, banyak yang berpikir bahwa Neville bisa menjadi manajer yang hebat.

Namun, pria asal Inggris itu hanya bertahan dengan Valencia selama 28 pertandingan dan cuma memenangkan 10 laga.

Pada akhir masa jabatannya, para penggemar meneriakinya untuk pergi.

Bahkan ada juga cerita bahwa para pemain Los Che berpesta setelah mantan pemain Manchester United itu dipecat.


Gianfranco Zola

Zola merupakan satu di antara playmaker terbaik pada era 90an. Kariernya semakin bersinar ketika membela Parma dan Chelsea.

Bersama Parma, dia berhasil meraih dua gelar juara, termasuk titel Piala UEFA 1994-1995.

Sementara itu ketika berseragam The Blues, Gianfranco Zola mampu merasakan enam trofi juara.

Pasca-pensiun pada Juni 2005, dia menangani Timnas Italia U-21. Kemudian Zola dipercaya mengasuh West Ham United, Watford, Cagliari, Al-Arabi, dan Birmingham City.

Dari klub-klub yang diasuhnya, persentase kemenangan yang didapat tak mencapai 50 persen.

Ketika menjabat sebagai manajer West Ham persentase kemenangan hanya pada angka 28,75 persen, bersama Watford menorehkan 44 persen, Cagliari mendapat 20 persen, Al-Arabi mengukir 38,46 persen, dan Birmingham hanya menang 8,33 persen.


Paul Gascoigne

Gascoigne merupakan satu di antara pesepak bola sarat kontroversi ketika masih aktif bermain.

Dia memiliki kecanduan alkohol, diangkut polisi ke panti rehabilitasi, hingga terlibat keributan di bar.

Meski memiliki prilaku buruk di luar lapangan, Paul Gascoigne merupakan satu di antara gelandang berkualitas.

Dia sukses merengkuh enam trofi juara selama 21 tahun aktif sebagai pemain.

Setelah pensiun pada akhir musim 2004-2005, Gascoigne coba menjajal karier sebagai pelatih.

Dia sempat melatih di China, lalu klub-klub gurem seperti Boston United, Greenock Morton, Conference North, dan Kettering Town.

Namun, karier Paul Gascoigne sebagai pelatih tak pernah sukses. Dia bahkan lebih sering mabuk-mabukan ketika duduk di kursi pelatih Kettering Town.


Ciro Ferrara

Ferrara meraih banyak gelar juara ketika masih aktif bermain. Dia merengkuh lima gelar juara bersama Napoli dan 14 trofi ketika berseragam Juventus.

Ciro Ferrara juga turut membantu Timnas Italia meraih peringkat ketiga di Piala Dunia 1990 dan lolos ke final Piala Eropa 2000.

Setelah pensiun pada akhir musim 2004-2005, pria berusia 53 tahun tersebut menjadi bagian staf pelatih Timnas Italia di Piala Dunia 2006.

Ciro Ferrara juga ikut merasakan ketika Gli Azzurri keluar sebagai juara di turnamen empat tahunan tersebut.

Pada Mei 2009, Ferrara yang ketika itu memegaang lisensi pelatih UEFA Pro dipercaya menangani Juventus.

Dia menggantikan peran Claudio Ranieri yang dipecat.

Akan tetapi, performa Juve di bawah asuhan Ferrara tak terlalu bagus. I Bianconeri hanya memetik 15 kemenangan, lima hasil imbang, dan menelan 10 kekalahan dari 30 laga.

Dia pun akhirnya dipecat dari jabatannya sebagai pelatih Juve.

Ciro Ferrara kemudian mencoba peruntungannya bersama Sampdoria dan Wuhan Zall. Akan tetapi, tetap tidak ada yang berhasil.


Thierry Henry

AS Monaco memecat Leonardo Jardim dan menggantikannya dengan mantan pemain mereka Thierry Henry, pada 18 Oktober 2018.

Monaco berharap Henry bisa membawa angin perubahan yang lebih baik tetapi yang terjadi adalah bencana.

Henry memimpin tim Ligue 1 tersebut selama 20 pertandingan dan hanya menang empat kali.

Setelah itu, Henry dipecat dan Leonardo Jardim dipanggil kembali untuk membereskan semua kekacauan yang ditinggalkan mantan striker Arsenal tersebut.

Dia pun menangani Montreal Impact sejak 14 November 2019 dan menandatangani kontrak berdurasi dua musim.

Sejauh ini, Henry hanya mampu membawa Montreal memetik satu kemenangan, tiga hasil imbang, dan menelan satu kekalahan.


Diego Maradona

Legenda hidup Timnas Argentina itu mungkin adalah pelatih terburuk di antara mantan pemain top.

Maradona sudah menangani tujuh tim dalam kariernya dan tidak pernah mempersembahkan trofi.

Maradona gagal membuat timnya tampil mengesankan dan pada akhirnya dipecat.

Rasio kemenangan terbaiknya adalah ketika dia menjadi pelatih Argentina, di mana dia memenangkan 18 dari 24 pertandingan yang dipimpinnya.

Saat ini, Maradona menangani klub asal Argentina, Gimnasia de La Plata.

Di bawah asuhan eks penyerang Napoli dan Barcelona itu, Gimnasia hanya meraih tujuh kemenangan, empat hasil imbang, dan menelan sembilan kekalahan dari 20 pertandingan. 


Sir Bobby Charlton

Karier Bobby Charlton sebagai pemain dihiasi dengan berbagai gelar juara. Selama 17 musim berseragam Manchester United, Bobby Charlton berhasil meraih 12 titel juara, beberapa di antaranya adalah tiga gelar Football League First Division dan satu Piala Champions.

Bukan hanya itu, dia juga turut membantu Timnas Inggris menjuarai Piala Dunia 1966 serta peringkat ketiga Piala Eropa 1968.

Akan tetapi, karier Sir Bobby Charlton sebagai pemain tak secemerlang ketika duduk di kursi pelatih.

Klub pertama yang diasuhnya adalah Preston North End pada musim 1973-1974.

Di bawah asuhan Charlton, Preston North End hanya meraih sembilan kemenangan dari 42 laga Divisi Dua.

Alhasil, Preston terdegradasi ke Divisi Tiga.

Pada musim berikutnya, performa Preston tak kunjung membaik. Preston finis di posisi sembilan klasemen akhir musim 1974-1975.

Sir Bobby Charlton memutuskan mundur pada akhir musim, setelah terlibat perselisihan dengan direksi klub.

Sumber: liputan6.com

Related Articles

Back to top button