Formasi

Ini Dia Ambisi Besar Mourinho


Jose Mourinho berbicara banyak hal, dari mulutnya terungkap ambisi-ambisi yang ingin ia capai, mengapa ia tak suka menangani tim nasional, hingga kehidupannya sebagai seorang kepala keluarga.

Berikut adalah petikan wawancaranya.

Sebagai pelatih dengan nama besar dan prestasi, apa yang Anda bisa berikan untuk perkembangan sepakbola di negara berkembang
khususnya seperti Indonesia?

Sepakbola itu milik semuanya dan tidak hanya untuk negara-negara
top Eropa. Saya selalu berbagi ilmu dengan UEFA dan FIFA, karena mereka ingin membagi ilmu sepakbola dengan siapapun.

Memang Inggris, Spanyol, dan Italia punya kompetisi top dunia. Tapi Asia memiliki passion dan talenta, dan hal yang terpenting adalah passion.

Saya harap bisa ke sini lagi bersama tim saya untuk merasakan bagaimana sepakbola di Indonesia. Karena saya belum pernah bermain di sini, tapi sempat bermain di China dan Jepang.

Semua orang di sini gila sepakbola, jika semua gila sepakbola dan punya organisasi dan pelatih yang baik, maka Anda (Indonesia dan negara-negara ASEAN) bisa berprestasi.

Banyak pelatih bagus yang punya kemampuan bagus dalam hal motivasi, berkomunikasi, dan lain-lain. Tapi tidak ada yang seperti Anda, yakni
selalu berada di tempat dan waktu yang tepat serta memberikan prestasi.

Bisakah Anda ceritakan sedikit tentang pengalaman Anda sebagai pelatih?

Saya bukan orang yang datang di tempat dan waktu yang tepat. Saya rasa klublah yang mengontrak dan memilih orang yang tepat.(sambil sedikit tersenyum dan disambut tawa para wartawan–red).
Saya pernah melatih di Portugal (Porto), Inggris (Chelsea), Italia (Inter Milan), dan Spanyol (Real Madrid) dan saya banyak berpindah tempat. Ini bukan hidup yang mudah bagi saya dan keluarga saya. Kami mengubah segalanya dalam waktu 2-3 tahun sekali.

Saya selalu ingin menjadi juara di setiap kompetisi di negara tempat saya melatih. Ini adalah pengalaman yang bagus untuk saya sebagai pelatih. Karena usia saya masih 49 tahun dan saya masih punya waktu panjang untuk melatih, sekitar 10, 15 atau 20 tahun lagi. Saya menikmati karier kepelatihan saya dan masih bisa banyak belajar.

Bagaimana Anda bisa mengontrol ego para pemain Anda?

Para pemainlah yang harus bisa menyesuaikan diri dengan ego saya.Ini adalah perpaduan keduanya, kami harus bisa menyatu sebagai keluarga.
Karena kami punya dua keluarga, keluarga sebenarnya dan keluarga di klub.

Jelas kami lebih cinta keluarga sebenarnya, tapi masalahnya kita lebih sering menghabiskan waktu dengan klub dibanding dengan keluarga,

Maka, kami harus bisa saling membina hubungan dan kami pun pasti punya masalah, mungkin dengan teman, istri, kakak atau siapa pun. Namun, jika ada cinta, maka orang-orang bisa menyelesaikan masalah itu.

Begitu pun di sepakbola, saya bukan orang yang sempurna dan begitu pun pemain. Saya tahu baik dan buruknya pemain, begitu pun mereka. Saya selalu bekerja dengan senyum karena mereka, karena ini bukan sekadar pekerjaan. Anda harus bekerja dengan passion dan banyak orang di dunia yang tidak bekerja dengan passion-nya.

Jika Anda bisa melakukannya, maka Anda akan senang. Begitulah dengan saya dan para pemain saya. Kami sama-sama saling mengerti dan seperti itulah saya membina hubungan dengan pemain. Saya dan pemain seperti teman, mungkin saya tidak bisa katakan 100 persen tapi 99 persen. Saya dan mantan pemain saya pun tetap berteman.

Bagaimana Anda mengatur fisik pemain Anda di tengah padatnya jadwal?
Apalagi ada kasus beberapa pesepakbola yang meninggal di lapangan.

(menghela napas–red) Pemain yang meninggal? Untungnya pemain saya
tidak ada yang seperti itu dan jangan sampai. Sport science sangat penting di sepakbola modern sekarang, saya selalu mengatur jadwal yang baik untuk para pemain saya.

Saya harus mengatur makan dan fisik para pemain saya serta keseimbangan dengan kehidupan para pemain.

Anda selalu meraih sukses di manapun Anda melatih dan sudah dicap sebagai salah satu pelatih terbaik dalam sejarah. Apakah Anda masih punya ambisi yang Anda ingin capai?

Saya punya dua ambisi, sebenarnya tiga. Pertama sudah saya capai yakni memenangi tiga liga terbesar di dunia, yakni Inggris, Italia dan Spanyol. Saya juga sempat meraih juara di Portugal (bersama Porto), tapi bagi saya yang terpenting adalah tiga liga itu.

Saya pun sudah meraih dua titel Liga Champions dengan Porto dan Inter Milan, saya masih ingin jadi pelatih pertama yang merebut tiga titel dengan tiga klub berbeda. Saya ingin meraih yang ketiga bersama Real Madrid.

Yang ketiga saya ingin membawa timnas Portugal menjadi juara. Tapi itu masalahnya, saya ingin sekali melakukannya tapi saya tidak suka melatih tim nasional negara. Tim nasional itu cuma bertanding dua bulan sekali dan cuma berkompetisi dua tahun sekali. Saya bukan orang yang cocok untuk situasi seperti itu.

Melatih timnas itu pekerjaan berbeda dan itu sangat tidak cocok dengan karakter saya. Saya harus bermain 2-3 pertandingan seminggu, saya harus merasakan tekanan seperti di empat kompetisi yang telah saya ikuti.

Mungkin, itu tak akan saya lakukan sekarang tapi melatih timnas masih jadi impian saya.

Anda sudah empat kali berganti klub. Apakah suatu saat mau menetap di satu klub untuk waktu yang lama seperti Alex Ferguson atau Arsene Wenger?

Pengalaman saya mengatakan, melatih lama seperti itu cuma bisa dilakukan di Inggris. Sulit untuk melakukannya di Italia atau Spanyol, karena mental para pemain dan juga media.

Saya pikir Sir Alex adalah orang spesial untuk Manchester United dan saya melihat tidak ada satu pun orang yang bisa melatih MU selain Sir Alex. MU adalah Sir Alex dan Sir Alex adalah MU. Mereka saling memiliki.

Mungkin pengalaman melatih di Madrid kali ini adalah yang baru bagi saya. Saya sudah melatih selama dua tahun di sini dan masih ada empat tahun lagi. Saya senang melatih di sini karena Real Madrid adalah klub terbesar di dunia dan saya ingin membawa mereka kembali menjadi yang terbaik.

Menurut Anda, seperti apa sosok pemilik klub yang sempurna?

Saya pernah bekerja di klub dengan pemilik dan klub tanpa pemilik. Contohnya Chelsea dan Inter, mereka dimiliki penuh oleh satu pemilik.

Sementara Madrid tanpa pemilik. Mereka dimiliki fans dan presiden dipilih oleh fans. Itu sangat berbeda. Saya hanya ingin mengatakan pemilik yang sempurna adalah pemilik yang mencintai sepakbola. Jika Anda ingin membeli klub dengan dasar Anda ingin mencari prestasi
dan cinta pada sepakbola, itulah yang sempurna.

Anda dikenal sebagai family man. Bagaimana Anda bisa mengatur antara kehidupan pribadi dan karier Anda sebagai pelatih?

Istri saya bertanggung jawab untuk itu. Istri saya lebih banyak menghabiskan peran sebagai ibu dan juga ayah. Karena ayahnya (Mourinho) lebih banyak menghabiskan waktu di klub sebagai pelatih.

Keseimbangan adalah ketika Anda sedang berada di sepakbola, Anda harus menikmatinya secara penuh. Namun, jika Anda berada di rumah, Anda harus bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan keluarga. Seperti sekarang, dalam waktu 4-5 hari saya tidak bersama keluarga saya, tapi saya akan kembali Sabtu besok dan saya akan langsung menikmati akhir pekan bersama mereka semua.

Semua ini soal menikmati hidup. Anda sering melihat saya di TV dengan mimik muka saya yang serius atau jelek. Ya, seperti itulah saya menikmati hidup saya.

Sumber: detiksport

Related Articles

Back to top button