Top Skor

5 Alasan Menurunnya Performa Leicester City

9 bulan adalah waktu yang diberikan pemiliki klub untuk Claudio Ranieri yang telah memberikan sebuah karya besar di sejarah besa terutama Leicester City. 9 bulan adalah waktu yang membuat Ranieri dipecat dari posisinya pasca mengantarkan tim promosi menjadi juara Liga terbaik di dunia. Simpati pun berdatangan diantaranya dari Mourinho.

Di press conference sebelum laga final piala liga Mou menggunakan pakaiannya yang menggunakan inisial CR bukan JM yang berarti namanya. Namun sebenarnya apa yang terjadi dengan klub hebat ini, mereka begitu menginspirasinya musim lalu dan tampil hebat dengan membuat sejarah baru di liga champions musim ini. Tapi tetap saja keputusan telah dibuat dan berikut 5 alasan penurunan performa tim ini :

leicester city

  1. Penjualan N’Golo Kante

Keputusan Leicester City melego N’Golo Kante ke Chelsea pada musim panas 2016 menuai kritik tajam. Pemain asal Prancis yang direkrut dari Caen dengan banderol 5,6 juta pounds (Rp 93 miliar ) itu merupakan salah satu pilar penting di balik performa Leicester City musim lalu.

 

N’Golo Kante memang hanya mencetak satu gol dan empat assist dari total 40 pertandingan Leicester City pada musim lalu. Namun, ketangguhan sang pemain dalam menjaga pertahanan di barisan tengah sangat istimewa.

 

Menurut catatan Opta, dalam tiga musim terakhir di ajang Premier League, N’Golo Kante tercatat sebagai pemain ketiga yang memiliki kombinasi tekel sukses serta interceptions terbanyak (401 kali). Menariknya, N’Golo Kante mencatat pencapaian itu hanya satu musim saat berkarier di bawah asuhan Claudio Ranieri.

 

N’Golo Kante hijrah ke Chelsea dengan banderol 32 juta pounds. Pada musim ini, ia pun menjadi pemain penting di barisan tengah skuat asuhan Antonio Conte.

 

 

  1. Pembelian yang Salah

 

Berstatus sebagai juara Premier League, Leicester City sebenarnya memiliki kesempatan besar memulai era baru sebagai klub “papan atas”. Namun, mereka gagal, salah satunya karena salah merekrut pemain baru.

 

Islam Slimani mencetak rekor klub sebagai pemain termahal setelah direkrut dari Sporting Lisbon dengan banderol 30 juta pounds. Namun, penyerang berusia 28 tahun itu tidak memberikan pengaruh besar lantaran sering mengalami cedera. Pada musim ini, Slimani baru mencetak lima gol dan tiga assist di Premier League.

 

Demikian halnya dengan kiper Ron-Robert Zieler. Sejauh ini, mantan kiper Hannover 96 itu hanya mencatat satu clean sheet. Sementara itu, Ahmed Musa yang diboyong dari CSKA Moscow dengan banderol 16 juta pounds pun tampil mengecewakan di lini tengah.

 

  1. Kehilangan Poin Tandang

Pada musim ini, Leicester City belum pernah meraih kemenangan partai tandang. Dari 13 pertandingan, Leicester City menelan 10 kekalahan. Bahkan, catatan buruk itu bermula pada pertandingan perdana mereka di ajang Premier League 2016-2017 setelah kalah 1-2 di kandang Hull City.

 

Leicester City hanya mampu meraih poin tandang saat menghadapi Tottenham Hotspur, Stoke City, dan Middlesbrough. Namun, ketiga pertandingan tersebut berakhir dengan hasil imbang.

 

  1. Masalah di Mentalitas

Claudio Ranieri sempat menyatakan para pemainnya dilanda masalah mentalitas menjadi tim juara. Menurut dia, hal itu merupakan sifat alami ketika ada tim yang sebelumnya tidak diunggulkan, tiba-tiba mampu menjadi juara.

Penjelasan itu terkesan sederhana, tetapi benar adanya. Para pemain Leicester City —yang tidak pernah membayangkan akan mendapat gaji 100.000 per pekan— kini terlihat lebih “santai”. Padahal, tuntutan mereka sekarang jauh lebih besar karena harus juga bersaing di ajang Liga Champions.

Bahkan, menurut pemberitaan media-media Inggris, suporter Leicester City kini tidak lagi “garang” seperti musim lalu. Salah satu faktor utama tentu karena penampilan Jamie Vardy dan kawan-kawan dianggap jauh di bawah standar.

 

  1. Kerap Salah Taktik

Claudio Ranieri ibarat mendapat durian runtuh pada musim lalu. Ia memenangi Premier League ketika menjadi salah satu manajer “favorit” yang terancam dipecat di Inggris karena sering membongkar pasang pemain. Berdasar kebiasaan itulah, Claudio Ranieri disebut Tinkerman.

 

Namun, anggapan tersebut hilang setelah para pemain Leicester City tampil sangat solid pada musim lalu. Setiap pertandingan, setiap pemain tahu tugas dan peran yang dilakukan dalam tim. Oleh karenanya, Claudio Ranieri tidak perlu melakukan perubahan skuat setiap laga.

 

Pada musim ini tentu berbeda cerita. Kepergian N’Golo Kante, membuat Claudio Ranieri kembali putar otak untuk mencari formula tepat. Sayangnya, ia justru mendapat anomali. Perubahan taktik membuat para pemain Leicester City kebingungan. Belum lagi bicara soal masalah cedera pemain.

 

Pada 22 Januari lalu, setelah kalah 0-3 dari Southampton di St Mary Stadium, Claudio Ranieri bahkan mengaku dirinya memang salah menerapkan taktik. Selain itu, dia juga dianggap tidak dapat kembali memaksimalkan peran JamieVardy dan Riyad Mahrez yag tampil sangat baik pada musim lalu.

Related Articles

Back to top button