Top Skor

5 Kunci Kesuksesan Pelatih Pep Guardiola

Minggu lalu Guardiola berhasil membawa Manchester City meraih Carabao Cup, setelah di final mengalahkan Chelsea melalui adu penalti.

Guardiola sendiri berhasil mempertahankan piala yang ia menangkan setahun yang lalu ini.

Dengan keberhasilan ini semakin menjelaskan betapa berkualitasnya ia sebagai pelatih.

Dan kesuksesan ini sekaligus menguatkan statusnya sebagai salah satu pelatih terbaik sepanjang masa mengingat 3 negara yang sudah ia taklukkan.

Apa yang menjadi rahasia Guardiola sehingga bisa meraih banyak tropi di sepanjang kepelatihannya, berikut 5 diantaranya :

1. Komunikasi Adalah Kunci Kemenangan

Singkatnya, Guardiola sangat senang berbicara soal sepakbola.

Ini adalah sebuah proses yang dimulai saat pertama kali ia bertemu dengan para pemainnya, dan terus berlanjut di sepanjang sesi latihan.

Ia akan menghentikan permainan sepanjang waktu untuk memperbaiki dan menjelaskan apa yang ia inginkan dari kami,” kenang Dani Alves soal awal karier Pep di Barcelona.

Bahkan hingga menjadi obrolan individu setiap harinya. Pujian pun akan diberikan ketika ia merasa pantas memberikannya.

Guardiola adalah tipikal orang yang akan menghabiskan dua jam per hari untuk membicarakan empat mata tentang pengambilan posisi yang ia inginkan dari para pemainnya.

Sebagai seorang pemain yang terus belajar, Jerome Boateng adalah pemain yang paling mendapatkan manfaatnya di Bayern Munich, membuatnya memiliki kecerdasan yang melengkapi kualitas fisiknya,

Sementara Philipp Lahm terus menghabiskan 15 menit setiap setelah sesi latihan untuk berbicara tentang detail soal permainan lini tengah tim, dengan sinyal penjelasan yang terus diberikan dengan tangannya.

Namun bagi pemain-pemain yang instingtif seperti Franck Ribery, sedikit instruksi justru lebih baik.


2. Aturan Bermain 32 Menit

Pembicaraan soal intensitas Guardiola dalam bekerja bukanlah sesuatu yang baru.

Ia mendedikasikan hampir sepanjang waktunya ketika terjaga untuk merencanakan sesi latihannya,

Memikirkan skema taktik yang akan digunakan, dan mempelajari pemain-pemain potensial dan calon lawan.

Hanya dengan sepenuhnya fokus pada bagaimana timnya akan bermain, dan bagaimana para pemainnya saling berinteraksi di lapangan, ia bisa merasa mampu memberikan kemampuan terbaiknya.

Asisten pribadinya, Manel Estiarte, menyebutnya ‘Aturan 32 Menit’.

Itu adalah periode waktu ketika Guardiola bisa sepenuhnya tidak memikirkan sepakbola, sebelum pikirannya kembali ke sana.

Terkadang ia harus diberitahu untuk makan, atau pulang ke rumah untuk bermain dengan anak-anaknya, Maria, Marius, dan Valentina.

Kemudian, setelah setengah jam, ia akan mengurung diri lagi di kantornya atau pikirannya akan bercabang ke mana-mana.

Estiarte menjelaskan soal aturan ini di Pep Confidential, dan mengatakan, “Ia mulai melihat ke langit-langit, dan meski ia mengangguk seolah mendengarkan, ia mungkin sedang memikirkan soal bek kiri lawan.”


3. Pep Berani Hadapi Resiko

Keyakinan Guardiola akan ide-idenya sendiri, sebagus apapun pondasinya, juga menjadi masalah bagi dirinya.

Ketika Guardiola memperkenalkan 3-4-3 pada Barcelona pada 2011/12, dengan hasil yang tak menentu, ia ingin memberikan tantangan bagi tim yang sudah memenangkan segalanya.

Tidak familiar dengan sistem tersebut, Los Cules gagal di liga dan kalah dari Real Madrid asuhan Jose Mourinho dan tereliminasi di babak empat besar Liga Champions dari Chelsea.

Ketika diberikan dua pilihan, ia akan selalu memilih pilihan yang lebih menyerang. “Pep lebih baik mati dengan menyerang daripada bertahan hidup hanya dengan bertahan,” kata Thierry Henry suatu kali soal mantan pelatihnya itu.

Ada banyak yang bisa kita kagumi dari hal tersebut.

Tetapi di pertandingan-pertandingan terbesar Bayern di bawah Guardiola, rencana besar sang pelatih bisa berujung petaka.

Ketika itu, semifinal Liga Champions 2014.

Tertinggal 1-0 di leg pertama dari Real Madrid, Bayern yang menggunakan 4-2-3-1 melepaskan superioritas mereka di lini tengah.

Untuk memanfaatkan empat penyerang yang sangat ofensif (Robben, Ribery, dan Thomas Muller menekan pemain belakang lawan, sementara Mandzukic sebagai penyerang tengah) dan kalah 4-0 di kandang.


4. Pep Terobsesi dengan Rutinitas

Dua hari sebelum setiap pertandingan, Guardiola dan asistennya, Domenec Torrent, akan menganalisis data dan video yang ada tentang lawan mereka berikutnya, membuat mereka mengurung diri di kantor mereka masing-masing di tempat latihan agar pemikiran mereka tidak terkontaminasi satu sama lain.

Guardiola kemudian membuat rencana.

Selama berjam-jam, ia hanya berhenti selama beberapa saat, untuk berbagi ide dengan anaknya, Marius, dan anak perempuan tertuanya, Maria, yang sama-sama menyukai taktik seperti ayahnya.

Ada tiga pertemuan tim sebelum pertandingan.

Pertama, di hari latihan sebelum pertandingan, akan diisi dengan hasil analisis video, dan pada sesi berikutnya mereka akan fokus pada bagaimana mereka akan menghadapi lawan mereka nanti.

Yang kedua, di hari sebelum pertandingan, adalah tentang detail bagaimana bertahan dan menyerang dengan situasi bola mati.

Terakhir, dua jam sebelum pertandingan, fokus Guardiola akan sepenuhnya pada strategi menyerang mereka dan memotivasi pemain.

Yang mengejutkan, ia tidak pernah masuk ke ruang ganti tim sebelum pertandingan dan percaya bahwa ini adalah domain para pemainnya.

Ia juga punya rutinitas pribadi, dengan semua sinyal menggunakan tangan dan teriakan penyemangat darinya.

Di tribun, kepala analisis Carles Planchart akan mengirim pergerakan tertentu yang terjadi di lapangan ke iPad Torrent di bench.

Jeda pertandingan adalah satu-satunya momen di mana Guardiola masuk ke dalam ruang ganti, baik sebelum maupun sesudah pertandingan.


5. Lini Pertahanan Adalah Hal Terpenting

Filosofi sepakbola yang mengalir ala Pep mungkin adalah yang paling menarik perhatian para penonton biasa.

Akan tetapi, ia sebetulnya mendedikasikan lebih banyak sesi latihan untuk melatih organisasi pertahanan timnya daripada hal-hal lain.

Dampaknya terlihat: sebelum libur musim dingin 2015-16, Bayern hanya kebobolan 49 gol dalam 85 pertandingan Bundesliga sejak ia datang, dan mencatatkan 50 clean sheet.

Apa yang Guardiola inginkan di atas semuanya adalah sebuah pertahanan yang bergerak sebagai satu kesatuan – sebuah organisme yang mampu menutup pergerakan penyerangan lawan dengan melakukan high-pressing.

Jika bek-bek tengah menekan lawan, gelandang dirigen utama harus turun ke belakang untuk memberikan cover; sementara pemain-pemain sayap harus meng-cover full-back mereka.

Rata-rata, Bayern asuhan Pep akan bertahan tujuh meter lebih jauh di depan daripada yang mereka lakukan di bawah asuhan Heynckes.

Itu adalah gaya bertahan yang proaktif yang hanya bisa dicapai lewat latihan keras terus menerus yang dimulai tanpa menghadapi lawan, untuk mempelajari pergerakan yang perlu dilakukan.

Tetapi strategi pertahanan Guardiola tidak berakhir ketika timnya menguasai bola.

Dengan bergerak pelan-pelan ke depan, untuk memberikan sang dirigen cakupan orkestra yang lebih luas.

Guardiola ingin timnya bisa menyelesaikan 15 umpan, sebuah teori agar para pemainnya bisa mempertahankan bentuk posisi mereka, sambil pelan-pelan membuka pertahanan lawan.

Ini adalah taktik untuk bertahan sekaligus transisi untuk menyerang lewat sebuah strangulasi yang gradual, karena jika dilakukan secara efektif, taktik ini akan memperkecil kemungkinan lawan melakukan serangan balik.

Namun yang tidak bisa diterima olehnya adalah ketika 15 umpan ini membuat timnya tidak ke mana-mana – dan itulah mengapa ia membenci tiki-taka.

Sumber : vivagoal.com

Related Articles

Back to top button